Sekolah Tinggi Hukum Militer Menetapkan CCTV Sebagai Alat Bantu Pembuktian Sebuah Kasus Yang Harus Diperlajari

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, memberikan dampak yang sangat luar biasa dalam kehidupan manusia. Penegakan hukum juga mendapatkan pengaruh dengan adanya perkembangan dari pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satunya adalah penggunaan teknologi alat perekam khususnya video.

Penerapan alat perekam video sendiri memiliki beberapa jenis, misalnya: kamera tersembunyi, CCTV, spy cam, video recorder. Penulis dalam hal ini merumuskan dua masalah yaitu apakah seluruh hasil rekaman CCTV dapat digunakan sebagai alat bukti dalam pengungkapan suatu tindak pidana pencurian dan bagaimanakah kedudukan hasil rekaman CCTV sebagai alat bukti tindak pidana pencurian dalam sistem peradilan pidana.

Sekolah Tinggi Hukum Militer Menetapkan CCTV Sebagai Alat Bantu Pembuktian Sebuah Kasus Yang Harus Diperlajari

Penulis langsung melakukan wawancara dengan aparat penegak hukum diantaranya pihak kepolisian di Polresta Denpasar dan hakim di Pengadilan Negeri Denpasar. Pada dasarnya semua rekaman CCTV dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan hanya rekaman yang bersifat privat yang tidak dapat ditampilkan dalam proses persidangan, lain halnya dengan rekaman yang bersifat publik dapat secara langsung digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan dengan atas permintaan aparat penegak hukum untuk dijadikan alat bukti.

Closed circuit Television atau biasa disebut dengan Rekaman CCTV atau Rekaman pengintai dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-undang No.19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kumpulan Sekolah Tinggi Hukum Militer Menetapkan CCTV Sebagai Alat Bantu Pembuktian Sebuah Kasus Kejahatan

Sah atau tidaknya sebuah rekaman CCTV bukanlah hasil dari tindakan intersepsi atau penyadapan, kecuali intersepsi tersebut dilakukan dengan tata cara yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Alat bukti CCTV (Closed circuit television) dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dan kekuatan hukumnya sama halnya dengan alat bukti yang sudah diatur dalam Pasal 184 KUHAP dan dikategorikan sebagai perluasan dari alat bukti (d) Petunjuk.

Terkait Putusan Mahkamah Konstitusi No.20/PUU-XIV/2016 mengenai CCTV dapat dijadikan alat bukti dalam persidangan apabila CCTV tersebut diminta dari pihak penyidikan, kejaksaan, dan/atau instansi penegak hukum lainnya.Permintaan tersebut diperoleh dari pihak penyidik atau pihak kepolisian agar CCTV dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan. Namun, harus meminta izin terlebih dahulu kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang agar disetujui atau dapat menyita alat bukti tersebut untuk dijadikan sebagai salah satu petunjuk didalam persidangan.

CCTV untuk dapat dijadikan sebagai suatu alat bukti petunjuk tetap harus berpedoman dari Pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di mana CCTV harus diperoleh atau mempunyai keterkaitan dengan keterangan saksi, surat, maupun keterangan terdakwa. CCTV yang mempunyai keterkaitan tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk untuk memberi pencerahan atau memperjelas apa yang telah diperoleh dari keterangan saksi, surat, maupun keterangan terdakwa.

Terkait dengan Mekanisme Pengambilan alat bukti Rekaman (Closed Circuit Television ) Pada proses penyelesaian perkara pidana memang haruslah sesuai dengan ketentuan KUHAP yang menjadi pembeda disini hanyalah bagaimana memperoleh alat bukti dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengambilan alat bukti haruslah sesuai dengan prosedural.

Yakni haruslah ada permintaan dari aparat penegak hukum dan juga untuk menjaga alat bukti itu masih orisinil dan belum ada penggandaan haruslah meminta bantuan kepada puslabfor (Pusat Laboratorium Forensik ) Mabes Polri. Contoh kasus dengan alat bukti berupa data elektronik dari kamera Rekaman yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 1056/Pid.B/2016/PN Tjk.

Tercantum adanya suatu alat bukti yang berupa Rekaman CCTV dimana didalam rekaman video tersebut menerangkan atau menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Kasus lainnya adalah kasus Kematian Mirna Salihin. Setelah diteliti secara seksama oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), berkas perkara Jessica dinyatakan lengkap, yakni P21 dengan alat bukti berupa rekaman yang ada di Cafe Olivier. Kedua kasus di atas membuktikan bahwa data elektronik dari kamera rekaman dapat dijadikan sebagai alat bukti.